VISI SANG PEMIMPIN (Kel. 2:23-3:12)


Pemimpin akan benar-benar bisa memberikan kontribusi berarti bagi orang yang dipimpinnya apabila ia memimpin dengan visi. Dan salah satu problem mendasar dari visi kepemimpinan adalah ketidaktahuan akan sumber visi itu sendiri. Perikop yang kita baca memberikan petunjuk bagaimana visi hadir dalam kepemimpinan seseorang.

Visi Berasal dari TUHAN
Visi kepemimpinan Musa dinyatakan ketika Musa berjumpa dengan Tuhan di gunung Horeb. Tuhan menampakkan diri melalui semak duri yang menyala tetapi tidak terbakar (ay. 1-5). Melalui penglihatan itu TUHAN menyatakan sebuah visi kepada Musa untuk dikerjakan, yaitu membawa umat Allah keluar dari Mesir (ay. 10). Hal yang serupa juga dialami oleh Yeremia. Visi pelayanan Yeremia dinyatakan kepadanya oleh Allah melalui firman yang datang kepadanya (Yer. 1:4-5). Seorang pemimpin yang merindukan sebuah visi hendaklah datang kepada Tuhan, Sang Sumber Visi (look to God)

Visi didorong oleh Kepedulian terhadap orang lain
                Visi juga selalu berkaitan dengan orang lain. Karena itu kepedulian terhadap orang lain akan mendorong terbentuknya sebuah visi. Sebelum Allah menyatakan visi kepada Musa, terlebih dahulu Allah membukakan realita perbudakan yang dialami Israel untuk kemudian mengarahkan Musa kepada suatu visi pembebasan Israel (2:23-25; 3:7-9).
Allah memang sering membukakan realita yang terjadi di sekitar umat-Nya untuk menggerakkan mereka mengerjakan suatu visi. Contoh lain misalnya Nehemia. Allah menggerakkan Nehemia untuk memimpin pembangunan tembok Yerusalem, setelah ia mendengar kondisi Yerusalem dari Hanani. Hanani menceritakan  bahwa Israel yang tercela dan tembok Yeruselem roboh. Nehemia tergerak hatinya dan akhirnya terbeban membangun tembok Yerusalem (Neh. 1:1-4; 2:5). Seorang pemimpin yang merindukan sebuah visi hendaklah membuka hatinya lebar-lebar bagi orang lain di sekitarnya (look around).
                Respons manusiawi yang timbul bila mana visi Allah dinyatakan adalah respons yang mempertanyakan kualifikasi diri. Hal ini juga yang menjadi respons Musa ketika Allah menyatakan sebuah visi kepadanya, “Siapakah aku ini, ...” (ay. 11). Respons manusiawi seperti ini dilatari oleh anggapan bahwa pengerjaan visi bergantung sepenuhnya pada diri manusia, yang sesungguhnya bergantung pada Allah. Karena itu Allah memberikan pertanyaan reflektif kepada Musa, “bukankah Aku akan menyertai engkau? ...” (ay. 12). Allah yang memanggil, Allah juga yang akan memperlengkapi dan mengutus para pemimpin untuk mengerjakan visi yang Ia nyatakan kepada mereka.

SPIRITUALITAS MUSA: AKRAB DENGAN TUHAN (Kel. 34:1-12 )


Spiritualitas Musa terangkum dalam satu gelar yang disandangnya. Musa adalah salah satu tokoh PL yang menyandang gelar “hamba TUHAN,” (ay. 5; Baca Bil.12:6-8). Gelar hamba TUHAN merupakan gelar besar dalam PL yang dilekatkan pada seseorang yang hidupnya dekat dengan Tuhan, beribadat dan melakukan kehendak-Nya.
Menjadi seorang hamba TUHAN bukan berarti menjadi seorang yang sempurna dan tanpa cacat. Pada ayat 1-4 dinyatakan bahwa Allah memperlihatkan Tanah Perjanjian kepada Musa, tetapi tidak diizinkan memasukinya. Mengapa ia tidak diizinkan masuk? Bukan karena ia tidak sanggup lagi berjalan sebab ia masih kuat (ay.7). Ia tidak diizinkan memasuki Tanah Perjanjian sebagai bentuk disiplin TUHAN karena ia pernah menunjukkan ketidaktaatan dan ketidakhormatan kepada TUHAN ketika berada di Meriba (Ul. 32:51; bdk. Bil. 20:12).
Jika kita melihat secara menyeluruh kehidupan Musa tampak noda ketidaksempurnaan. Di awal pengutusannya, ia berdebat dengan TUHAN. Ia enggan menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Sikapnya ini membuat Allah menjadi murka (Kel. 3:10-4:14). Ia juga pernah putus asa dan menjadi kecil hati, bahkan meminta TUHAN membunuhnya saja (Bil. 11:11-15). Musa adalah seorang yang sulit mengendalikan kemarahan, tampak ketika ia membunuh mandor Mesir yang membunuh orang Ibrani (Kel. 2:11-12) dan ketika ia menghancurkan kedua loh batu saat melihat umat menyembah berhala (Kel. 32:19). Menjadi hamba Tuhan, bukan berarti menjadi sempurna tanpa kesalahan.
Menjadi seorang hamba TUHAN berarti selalu akrab dengan-Nya. Keakraban Musa dengan TUHAN tidak lagi dapat dipertanyakan. Ia bahkan dikenal sebagai satu-satunya nabi yang kepadanya TUHAN berfirman dengan berhadapan muka (ay. 10), seperti seorang berbicara kepada temannya (Kel. 33:11).  Musa dalam dua peristiwa dicatat menghabiskan waktu 40 hari 40 malam bersama TUHAN di gunung Sinai (Kel. 24:18 dan 34:28). Musa sering mendoakan bangsanya, memohon supaya TUHAN tidak menghukum mereka (Kel. 32:11; Bil 14:19)
            Persekutuan akrab dengan TUHAN inilah yang membangun spiritualitas Musa sebagai hamba TUHAN. Persekutuan yang akrab dengan TUHAN inilah sumber kekuatan dan hikmat bagi Musa dalam memimpin Israel. Persekutuannya yang akrab dengan TUHAN inilah yang membuatnya mampu melakukan perbuatan besar dan dahsyat di tengah-tengah umat yang dipimpinnya (ay. 11-12).

Berperilaku Adil dan Jujur (Amos 8:4-8)

Chick-fil-A, salah satu restoran cepat saji yang terkenal dengan lebih dari 1.000 gerai yang tersebar di wilayah USA, punya aturan untuk tutup toko pada hari Minggu. Restoran yang didirikan Truett Cathy pada tahun 1946 itu tutup pada hari Minggu agar karyawannya punya waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan bisa pergi ke gereja.  Aturan ini masih berlaku hingga kini.
Semboyan Cathy dalam usahanya adalah “utamakan orang dan prinsip dulu, baru keuntungan.”  Semboyan alkitabiah ini diejawantahkan pada dirinya sendiri dan di dalam usaha yang dibangunnya. Semboyan ini ia terapkan ketika memberi perintah maupun ketika mempekerjakan seseorang. Prisnsip-prinsip Alkitab terus diupayakan Cathy dalam menjalankan hidup dan usahanya.
Cathy tidak hanya mengalami damai, sukacita dan kasih dalam kehidupan pribadinya, tetapi juga dalam keluarga besarnya. Prinsip hidupnya yang indah itu membuat perbedaan dalam hidup anak-anak, cucu-cucu, anak-anak asuh, serta karyawan dan karyawatinya.  Ia telah meninggalkan warisan yang sangat berharga, yaitu tentang bagaimana melakukan segala sesuatu dengan benar (David McCasland-alkitab.sabda.org).
Semboyan Truett Cathy sangatlah bertolak belakang dengan kehidupan para penindas yang dikecam nabi Amos dalam perikop ini. Para penindas ini tidak mengutamakan orang dan prinsip Alkitab di atas keuntungan. Sebaliknya, mengutamakan keuntungan melebihi manusia dan prinsip Alkitabiah. Mereka berlaku tidak adil dan tidak jujur dengan menipu orang lain, menindas orang miskin, dan memperbudak sesamanya untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya (ay. 4-6).
Mereka tidak sabar menjalani bulan baru dan hari Sabat (ay. 5). Karena menurut hukum Taurat pada waktu-waktu ini orang tidak diperkenankan bekerja, selain menyembah Tuhan dan mempersembahkan kurban kepada-Nya (Ul. 28:9-15). Para penindas itu ingin agar bulan baru dan hari Sabat bisa cepat-cepat berlalu, sehingga mereka dapat kembali menindas dan memperdaya orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
            Apakah TUHAN berdiam diri dan membiarkan  para penindas ini terus-menerus melakukan kejahatan mereka?    Tidak!  Tuhan berfirman dengan tegas, “Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” Tuhan akan menghukum mereka pada waktunya. Para penindas tidak akan dibiarkan begitu saja. Ada penghukuman telah disiapkan oleh Tuhan.
Abraham Lincoln mengatakan, “Engkau dapat memperdaya beberapa orang pada sepanjang waktu, atau memperdaya semua orang pada beberapa waktu, tetapi engkau tidak dapat memperdaya semua orang selamanya” (“You can fool some of the people all the time, and all of the people some of the time, but you cannot fool all of the people all of the time”).
            Sesuai dengan tema perenungan kita minggu ini, marilah kita bersama-sama menguji diri di hadapan Allah: Sudahkah kita berbuat sesuai dengan ajaran Tuhan? Sudahkah kita berlaku adil dan jujur kepada keluarga, teman, tetangga, atasan, atau bawahan kita?  Allah mengasihi dan memberkati orang yang berlaku adil dan jujur, tetapi menghajar mereka yang berbuat jahat.
Biarlah Roh Kudus menolong kita untuk berlaku adil dan jujur di dalam segala sesuatu. Amin

“Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di surga.” (Kolose 4:1)

PERBANDINGAN PUISI IBRANI DENGAN PUISI TORAJA YANG DINYANYIKAN DALAM RITUAL MA’ BADONG


PENDAHULUAN
            Kesejajaran (paralelisme) pemikiran merupakan ciri-ciri khusus puisi Ibrani dan puisi Semit lainnya.  Penulisan puisi seperti ini sesungguhnya menggambarkan cara berpikir orang Ibrani.  Orang Ibrani sering menyatakan sesuatu yang  sama dengan beberapa cara.  Bahkan menurut LaSor, boleh jadi hanya orang Ibrani yang menyatakan sesuatu dengan beberapa cerita yang isinya sama, berlawanan atau saling melengkapi.1  Akan tetapi paralelisme bukanlah ciri khusus dan dominan dalam puisi Ibrani saja, melainkan ciri puisi-puisi Toraja, yang sering kali dinyanyikan dalam berbagai acara dan ritual kepercayaan Toraja.2  Oleh karena itu melalui makalah ini, penulis akan mencoba membandingkan lebih jauh antara puisi Ibrani dan puisi Toraja.  Lirik-lirik yang digunakan dalam tulisan ini diambil dari lagu yang dinyanyikan dalam sebuah ritual penting dalam kepercayaan Toraja, ma’ badong.3


RITUAL MA’BADONG
            Upacara kematian atau upacara pemakaman orang mati merupakan upacara penting dalam kepercayaan nenek moyang Toraja (Aluk Todolo).  Upacara pemakaman orang mati ini disebut rambu solo’ (rambu berarti asap yang menunjuk pada persembahan, solo’ berarti menurun, terbenam).4  Sesuai dengan namanya rambu solo’ dilaksanakan pada saat matahari condong ke Barat hingga matahari terbenam.  Upacara ini berisi penyembahan mengantar arwah orang mati ke dunia arwah (puya) dan juga penyembahan untuk para leluhur yang akan atau telah membali Puang (menjadi ilah atau dewa).5  Dalam upacara kematian ini,  ada banyak ritual dan acara yang dilaksanakan.  Banyak kerbau dan hewan-hewan korban lainnya yang disembelih dalam ritual ini.  Banyak orang akan menghadiri upacara ini, bukan hanya orang-orang yang ambil bagian dalam upacara ini, tetapi juga penonton (wisatawan domestik atau mancanegara) yang mau menyaksikan upacara ini.  Upacara ini berlangsung berhari-hari.  Pelaksanaan upacara ini sangat bergantung pada kedudukan atau strata dari orang yang meninggal.  Upacara yang dilaksanakan dalam tiga hari, dimana minimal tiga ekor kerbau disembelih dalam upacara ini, disebut dipatallung bongi.  Selain itu ada pula dipalimang bongi, dilaksanakan dalam lima hari dan minimal lima kerbau disembelih.  Upacara paling tertinggi disebut diparapa’i, yang dilaksanakan selama tujuh hari dan minimal sembilan kerbau disembelih.  Pada malam hari dalam hari-hari perayaan itu, sebuah nyanyian dilantunkan dalam ritual ma’ badong.6 
            Badong merupakan nyanyian umum yang dilantunkan oleh orang-orang yang berduka baik itu keluarga maupun sanak famili.  Kesedihan orang-orang yang berduka sering kali diekspresikan dengan meraung-raung atau menangis tersedu-sedu, terutama jika mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dengan orang yang meninggal tersebut.  Dua tema yang dinyatakan dalam badong adalah suatu ekspresi kesedihan dan suatu penghormatan bagi orang yang meninggal.7 
Istilah yang sering muncul dalam badong untuk menggambarkan kesedihan keluarga dan teman dari orang yang meninggal adalah bating.  Bating merupakan ratapan yang bersifat pribadi terhadap orang yang meninggal.  Ritual ma’ badong biasanya dimulai dengan ajakan bagi orang-orang yang berduka untuk bersama-sama menyanyikan lagu badong.  Berikut ini pendahuluan lagu dari ritual ma’badong:
Umbamira sangtondokta,
to mai sangbanuanta?
Ke’de’ko tatannun bating,
tabalandung rio-rio.
Sae nasang to marintin,
mairi’ tangke tikunna.
La marintin lako ambe’,
mario lako ma’dadi.8
Lirik-lirik yang mengekspresikan kesedihan dan kedukaan juga tergambar jelas dalam badong.  Berikut ini lirik duka tersebut:
Mario-rio kan kami,
marorrong silelekan.
Male natampa [natampe, pen] ambe’ki,
naboko’i ma’dadingki.
Male untampe tondokna,
umboko'i banuanna.
Malemi naturu gaun,
naempa-empa salebu’,
napararre’ uran allo.9
            Selanjutnya selain ekspresi kesedihan seperti yang disebutkan di atas, badong juga terkadang berisi tema yang menunjukkan penghormatan kepada orang yang meninggal.  Lagu yang dinyanyikan menyampaikan semacam catatan sejarah tentang keluhuran budi dan kebesaran jasa orang yang telah meninggal tersebut.10  Berikut bagian dari lagu badong yang menunjukkan penghormatan bagi orang yang telah meninggal tersebut.
Ma’doke-doke rangka’na,
ma’pasoan tarunona.
Tu bulaan banne ba’tang,
tu rara’ rangga inaja,
ponto passasaran tuju.
Sanda sia malaenni,
sanda nabenni dewata,
sanda napotoeanni.11    
            Secara umum lagu badong dikelompokkan menjadi dua, yaitu: badong diosso’mo, badong tradisional yang mempunyai urutan yang sistematis dan dinyanyikan dalam urutan yang tetap pula.  Meskipun bentuknya tetap badong diosso’mo mempunyai variasi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain.  Selain badong tradisional, terdapat juga badong non-tradisional, yang bentuknya lebih pendek dari badong tradisional.  Badong non-tradisional juga bervariasi antara satu daerah dengan daerah yang lain.12
Lantunan syair atau lagu ritual ma’badong dalam pelaksanaannya selalu diikuti dengan tarian tertentu.  Lagu tersebut dinyanyikan dalam keadaan berdiri, yang disertai dengan gerakan tangan [yang bergandengan membentuk lingkaran, pen] dan hentakan kaki sambil dalam berputar13 pada arah yang berlawanan dengan jarum jam.14

PELAYANAN YANG DIPIMPIN ALLAH (Kis. 18:1-17)


KITA DIPANGGIL UNTUK MENGARAHKAN HIDUP PADA PELAYANAN.

                Seorang Kristen yang mengarahkan hidup pada pelayanan bukan berarti ia harus meninggalkan profesinya dan menjadi seorang penginjil atau pendeta. Bukan. Mengarahkan hidup pada pelayanan bukan juga berarti harus mengambil kepengurusan di gereja: entah sebagai majelis, panitia, pengurus bidang atau guru sekolah minggu. Tidak.
                Seorang Kristen yang mengarahkan hidupnya pada pelayanan adalah seorang Kristen yang apa pun profesinya, apa pun perannya: ia kerjakan itu untuk tujuan melayani.

Kebenaran Ini bisa kita pelajari dari kehidupan Paulus dalam Kis 18:
Ketika tiba di Korintus Paulus berjumpa dengan Akwila dan Priskila. Mereka sama-sama pembuat tenda. Mereka bekerja bersama membuat Tenda (ay. 1-3). Dan setiap hari sabat Paulus berdiskusi dengan orang-orang Yahudi dan Yunani (ay 4).
       Seringkali bagian ini kurang lengkap dinyatakan mengenai hidup pelayanan Paulus. Seringkali yang ditekankan ketika berbicara tentang pelayanan adalah ayat 4. Dan ketika berbicara tentang pekerjaan ayat 3.
       Sesungguhnya bagi Paulus pekerjaan pembuat tenda adalah pelayanan. Diskusi pada hari sabat adalah pelayanan.  Mengapa pekerjaan pembuat tenda oleh Paulus merupakan bagian dari pelayanan Paulus? Itu terjawab dari alasan mengapa ia bekerja membuat tenda?
-          Dalam Kis 20:34-35
       Paulus bekerja untuk memenuhi keperluannya dan keperluan rekan-rekan seperjalanannya dan bahwa dipakai untuk membantu orang-orang yang lemah/berkekurangan.
-          Dalam 2Kor. 11:9 dan Juga 1 Tes. 2:9,
Dinyatakan bahwa Paulus bekerja supaya ia tidak menyusahkan jemaat dengan beban kebutuhan hidupnya
               
Jelas sekali tujuan Paulus bekerja sebagai pembuat tenda adalah tujuan melayani.
Paulus menyadari dengan sungguh bahwa tujuan hidupnya adalah untuk melayani. Meski bekerja, Paulus bukan seorang yang workaholic yang tidak tahu kapan harus berhenti bekerja dan melakukan hal lain. Pekerjaan dalam perspektif Paulus bukanlah kesempatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya bagi diri, tetapi alat untuk menopang pelayanan. Hal ini terbukti ketika Titus dan Timotius datang dari Makedonia membawa bantuan yang cukup, Paulus memakai waktunya lebih banyak untuk melayani pemberitaan Injil (ay. 5).

Arah hidup Paulus adalah melayani. Seluruh hidupnya dan apapun yang ia lakukan, semuanya untuk melayani Tuhan dan sesamanya.

Rick Warren menulis “para pelayan lebih banyak memikirkan orang lain daripada diri mereka sendiri. Allah selalu lebih tertarik pada mengapa kita mengerjakan sesuatu ketimbang apa yang kita kerjakan”

Aplikasi
Apakah hidup kita masih terarah pada pelayanan? Berapa banyak uang, waktu dan tenaga kita untuk melayani Tuhan dan orang lain? Apa peran kita sekarang? Apakah tujuan melayani menjadi motivasi kita melayani?
                Perkembangan dunia dan kemajuan yang ada menuntut orang bekerja, bekerja dan bekerja. Bekerja adalah hal yang baik, tetapi kalau itu tidak diikuti dengan semangat pelayanan, hasilnya adalah kejahatan.
Sebagai pekerja, Apakah kita dikenal sebagai rekan kerja yang melayani dan suka menolong? Seorang Kristen yang memiliki hati melayani bukan hanya terlihat melayani di gereja, tetapi juga ditempat ia bekerja. Pekerjaan yang ia lakukan untuk kemajuan bersama, dengan cara yang benar.
Selain itu, TUntutan pekerjaan sering memaksa orang menjadi egois, mengabaikan tanggung jawab hidup yang lain. Mengabaikan pelayanan di gereja.  Sulit sekali mencari pelayan di gereja karena alasan pekerjaan, pelayanan dibatalkan karena alasan pekerjaan. Mengabaikan pelayanan dalam keluarga. Keluarga dianggap penghalang pekerjaan. Kurang waktu bersama keluarga. Tidak ada pelayanan rohani dalam keluarga. Semuanya karena pekerjaan.
                Apakah hasil pekerjaan berguna pelayanan? Mungkin tidak. Firman TUhan mengingatkan kita untuk memberi kepada orang yang kekurangan. Sering Yang ada adalah menghabiskan uang untuk kesenangan pribadi. Mengumpulkan sebanyak-banyaknya uang, membeli sebanyak-banyaknya barang. Sementara ada saudara seiman yang kekurangan
                Mari kita bergumul kembali mengarahkan hidup kita untuk melayani.

Tinggalkan Kekristenan!

Asyik sekali melihat persaingan iklan operator selular demi menarik orang untuk memilih operator tersebut: Pake kartu As gratisnya lebih lama bisa buat apa aj; Axis Pro pasti plus stress hilang dengan internet unlimited koneksi lebih cepat dan harga hemat; IM3 semua serba murah sepanjang hari murah itu IM3; 3 Always On bebas itu nyata.

Sangat sangat tidak mungkin iklan operator IM3 misalnya menawarkan pelanggannya beralih ke operator lain. Demikian pula ketidakmungkinan operator Axis membuka peluang pelanggannya memilih As…

Jika berbicara tentang agama dan keyakinan, apakah ada agama dan keyakinan tertentu yang menawarkan atau membuka peluang pengikutnya untuk beralih ke agama dan keyakinan yang lain? Jawabannya YA ADA. ITULAH KEKRISTENAN.

Kekristenan merupakan agama atau keyakinan yang mengundang orang untuk mengikutinya tetapi MENARIKNYA juga menawarkan dan membuka peluang pengikutnya untuk beralih kepada agama atau keyakinan yang lain..
·         Yosua 24:15: “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”
·         Yohahes 6:66-67: “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: ‘Apakah kamu tidak mau pergi juga?’”

Kekristenan menawarkan pengikutnya untuk meninggalkan Kekristenan itu sendiri. Kekristenan membuka peluang untuk penganutnya menggumulkan untuk beralih kepada keyakianan yang lain.

Membaca berulang-ulang kutipan ayat-ayat ini dalam konteksnya, sebenarnya menantang para pengaku Kristen untuk mengayak lagi komitmennya kepada TUHAN dan Kristus yang mereka ikuti. Menjadi seorang Kristen bukanlah sekadar pengakuan tetapi sebuah komitmen menghidupi konsekuensi sebagai seorang Kristen. Menjadi seorang Kristen bukan sekadar pergi beribadah ke rumah TUHAN setiap hari minggu, tetapi sebuah perjuangan setiap hari menjadikan diri rumah TUHAN. Menjadi seorang Kristen bukanlah sekadar mengikuti upacara sakramental gerejawi, tetapi sebuah upaya mengikuti segala perintah TUHAN. Menjadi seorang Kristen BERARTI menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus. Bagi pengaku Kristen yang TIDAK MAU menghidupi arti itu, silahkan tinggalkan Kekristenan.

Jika perkataan Yosua digaungkan masa kini, maka itu seperti berbunyi, “Tetapi jika kamu anggap tidak baik menjadi Orang Kristen, pilihlah pada hari ini kamu ingin menjadi orang apa; orang Islam, orang Hindu, Orang Budha, Orang Konfusionis, saksi Yehuwa atau Mormon. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan tetap menjadi orang Kristen”

Dan jika kutipan kitab Yohanes disuarakan pada masa kini, maka itu seperti berbunyi, “Mulai dari waktu itu banyak artis, orang-orang terkenal dan bahkan tetangga yang meninggalkan agama Kristen. Maka kata Yesus kepada orang Kristen yang lain: ‘Apakah kamu tidak mau pergi juga?

Marilah Kita menjawabnya melalui komitmen kita masing-masing. Amin

Menghadapi Saksi Yehuwa II (Penggunaan nama TUHAN di Alkitab)



Dalam suatu diskusi dengan Saksi-saksi Yehuwa, mereka mengkritik secara tidak langsung penggunanaan nama TUHAN di dalam terjemahan Alkitab LAI. Mereka beranggapan bahwa nama Yehuwa tidak boleh diubah, diganti atau diterjemahkan menjadi TUHAN. Karena itu mereka berkesimpulan bahwa penulisan nama TUHAN dalam Alkitab adalah kesalahan serius.

Contoh Mazmur 83:19
·         Alkitab LAI
“supaya mereka tahu bahwa Engkau sajalah yang bernama TUHAN, Yang Mahatinggi atas seluruh bumi.”
·         Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru (milik Saksi Yehuwa, ayat 18)
“Agar mereka tahu bahwa engkau, yang bernama Yehuwa, engkau sajalah Yang Mahatinggi atas seluruh bumi.”

Benarkah demikian? Bagaimana umat Kristen menjawab gugatan ini?

Begini saya menjawab mereka!

Saksi Yehuwa mengkritik penggunaan kata TUHAN dalam Alkitab, bagi mereka, nama TUHAN tidak boleh diubah, diganti dan diterjemahkan. Mari kita lihat apa yang mereka sendiri telah lakukan terhadap nama hwhy
1.      Saksi Yehuwa telah menerjemahkan nama hwhy. Menariknya yang mereka lakukan adalah penerjemahan huruf-perhuruf. y diterjemahkan Y atau J; h diterjemahkan H; w diterjemahkan W. sehingga sejatinya tertulis hwhy  menjadi Yehuwa. 
2.      Saksi Yehuwa telah mengubah nama hwhy dengan menambahkan huruf vokal pada nama itu. Nama hwhy hanya terdiri dari empat huruf karena itu sering disebut tetragramaton (artinya empat huruf). Dalam teks Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru nama hwhy yang terdiri dari empat huruf mengalami perubahan menjadi Yehuwa yang terdiri dari enam huruf.
3.      Saksi Yehuwa sekali lagi telah melakukan pengubahan nama hwhy dengan mengubah arah penulisan nama. hwhy ditulis dari kanan kiri sedangkan Yehuwa ditulis dari kiri ke kanan.
4.      Saksi Yehuwa telah menghilangkan nama hwhy dari kitab suci mereka dan menggantinya dengan Yahuwa.

Jika saksi Yehuwa ingin konsisten dengan kritik mereka terhadap Alkitab terjemahan LAI, seharusnya dalam Mazmur 83:18 Terjemahan Dunia Baru tertulis demikian:
Agar mereka tahu bahwa engkau, yang bernama hwhy, engkau sajalah Yang Mahatinggi atas seluruh bumi.”     
Dalam diskusi dengan mereka saya meminta mereka untuk mengganti Yehuwa dalam Kitab Suci Terjemahan Dunia Baru dengan hwhy. Hehehehehe

Apa yang saya pahami sebagai orang Kristen ketika membaca Alkitab yang memuat nama TUHAN?

Saya menyadari bahwa TUHAN adalah terjemahan dari hwhyKendatipun kata “TUHAN” adalah terjemahan, tetapi kata ini merujuk pada Pribadi yang disebut hwhy.
Saya menghormati dan mengagumi serta menyanjung Pribadi tersebut seperti yang dilakukan para Nabi dan Para Rasul. Saya mempercayai dan menyerahkan hidup saya ke dalam pemeliharaan Pribadi ini yang di dalam Alkitab terjemahan LAI ditulis TUHAN dan dalam bahasa Ibrani disebut hwhy.   

Apakah nama hwhy tidak boleh diterjemahkan? Apakah dasarnya?
·         Saksi Yehuwa menggunakan Matius 6:9 dan Yohanes 12:28 sebagai dasar bahwa nama itu tidak boleh diganti atau pun diterjemahkan menjadi TUHAN.
·         Matius 6:9 dalam Kitab Suci TDB berbunyi, “Bapak kami yang di surga, biarlah namamu disucikan”; Yohanes 12:28 dalam TDB ditulis, “Bapak, muliakanlah namamu”;  Apakah ayat ini menunjukkan bahwa nama hwhy tidak boleh diterjemahkan?
·         Ayat-ayat ini tidak menyatakan bahwa nama hwhy tidak boleh diterjemahkan. Ayat-ayat ini merupakan doa permohonan kepada Allah, supaya Ia menyatakan kekudusanNya dan kemulianNya kepada dunia, agar semua semua manusia mengenal dan menghormatinya dengan beribadat dan taat kepadaNya.

Simak penjelasan Lembaga Alkitab Indonesia, perihal penggunaan nama Allah dan TUHAN  di dalam Alkitab, berikut ini


Sekian. TUHAN memberkati

INGIN BERHIKMAT? (Amsal 1)


Apakah saudara adalah orang yang berhikmat? Awalah ber- pada kata berhikmat berarti ”mempunyai.” Jadi pertanyaannya juga bisa, Apakah saudara adalah seorang yang mempunyai hikmat?
            Ketika menjawab pertanyaan ini kita mungkin bisa dianggap geer, karena kita menjawab ’Iya! Saya orang berhikmat’. Tetapi mungkin juga kita sedikit minder dan menjawab, ’Tidak! atau Belum berhikmat.’
            Suatu perkataan yang mendefinisikan siapa orang berhikmat demikian, ”Orang berhikmat akan juga belajar dari pengalaman orang-orang lain. Orang biasa hanya belajar dari pengalamannya sendiri. Orang bodoh tidak belajar dari pengalaman siapa pun.“
            Kalau melihat definisi atau penjabaran tentang orang berhikmat dari perkataan ini, saya rasa kita sudah bisa mengetahui apakah diri kita adalah orang berhikmat atau tidak. Saya orang berhikmat, jika saya belajar juga dari pengalaman orang lain bukan hanya pengalaman saya sendiri. Dan saya belum dan tidak berhikmat jika saya hanya belajar dari pengalaman saya sendiri atau tidak belajar dari pengalaman sama sekali.

Hikmat adalah kemampuan hidup dengan Baik
Poinnya adalah apakah hikmat seseorang hanya diukur dari responnya terhadap pengalaman-nya? Bagaimana dengan responnya terhadap apa yang terjadi saat ini, atau responnya terhadap apa yang mungkin akan terjadi kemudian di masa depan?
Kitab Amsal menolong kita untuk tahu lebih banyak tentang hikmat. Di ayat 1&2 ditulis, ”Amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel, untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna.” Salomo menuliskan amsal-amsal untuk menolong orang lain mengetahui hikmat dan menjadi orang yang berhikmat itu.
Tujuan Salomo ini ditekankan berulang-ulang dalam gaya paralelisme. Penulisan seperti ini sekaligus memperlihatkan kepada kita aspek-aspek dari hikmat itu.
Ayat 2-6 sesungguhnya hanya menekankan satu hal, yaitu bahwa Salomo menuliskan amsal-amsalnya supaya pembacanya memiliki hikmat. Jika ayat ini saya tulis dengan penataan berbeda kita akan melihat gambaran tujuan itu:
untuk    mengetahui       hikmat dan didikan,
untuk    mengerti            kata-kata yang bermakna,
untuk    menerima          didikan yang menjadikan pandai,
serta kebenaran, keadilan dan kejujuran,
untuk    memberikan      kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan
pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda
-- baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan--
untuk    mengerti            amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak.   
Salomo ingin pembacanya memiliki hikmat. Memiliki berarti mengetahui, mengerti dan menerima hikmat itu. Apa hikmat itu? Hikmat itu adalah didikan, kata-kata-kata bermakna, kepandaian, kemampuan untuk bersikap benar, adil dan jujur, kecerdasan, pengetahuan, kebijaksanaan, kemampuan mencerna produk orang bijak (amsal, ibarat, perkataan dan teka-teki). Bahkan jika kita melihat di bagian lain Alkitab, hikmat juga termasuk, kemampuan membuat pakaian, ahli bangunan, tukang emas, pelaut/nelayan.
Untuk apa memiliki hikmat? Amsal 2 menyatakan, supaya terpelihara, tidak salah jalan atau berdosa, hidup dengan baik. Saya setuju dengan salah satu penafsir mengatakan bahwa hikmat sesungguhnya adalah kemampuan untuk hidup dengan baik yang didapat melalui belajar dengan sungguh-sungguh. Seorang anak kecil yang belajar berjalan, sering kali ia jatuh. Ia lalu bangkit lagi. Jatuh lagi. Coba lagi. Sampai suatu waktu ia mampu berjalan. Ia memiliki hikmat untuk berjalan. Seorang anak kelas tiga berusaha memahami pelajaran matematikanya. Ia baca bukunya. Ia latih soal-soal yang ada. Ia bertanya kepada teman dan gurunya. Sampai waktu ujian tiba, ia mampu melewatinya. Ia mempunyai hikmat dalam pelajaran matematikannya. Saya ingat waktu kuliah saya di Teknik Elektro. Kami ditugaskan membuat robot pencari cahaya. Saya pelajari dasar-dasarnya, saya lakukan penghitungan. Saya coba rancang rangkaiannya. Saya beli komponen Elektronik yang diperlukan. Sampai akhirnya saya bisa mampu menyelesaikan tugas itu, saya mempunyai hikmat membuat robot itu. Seorang yang ingin bekerja, akan berusaha melamar pekerjaan, jika sudah diterima, ia akan belajar menguasai pekerjaannya, bekerja dengan loyal, jujur dan bertanggung jawab. Ia pun menjadi seorang yang berhikmat dalam pekerjaannya.

Refleksi
            Apakah saudara seorang yang berhikmat? Seorang anak yang berhikmat adalah anak yang menerima didikan orangtuanya. Orangtua yang berhikmat adalah orangtua bertanggung jawab dan dapat diteladani. Pelajar yang berhikmat adalah pelajar yang mengerti pelajaran gurunya. Pekerja yang berhikmat adalah pekerja yang jujur, berintegritas. Pemimpin yang berhikmat adalah pemimpin yang benar, adil dan penuh pertimbangan. Apakah saudara seorang yang berhikmat?


Mencintai Taurat Tuhan (2Tim. 3:10-17)


Pendahuluan
            Dalam kisah pewayangan Mahabaratha dikenal lakon bernama Dewi Retno Savitri. Meskipun kisahnya singkat dalam rangkaian panjang kisah Mahabaratha, namun cukup menggambarkan kualitas sebuah cinta.
            Dewi Retno Savitri adalah anak seorang raja bernama Prabu Aswapati di negeri Madra. Savitri menikah dengan Bambang Setiawan, putra dari seorang Brahmanaraja yang bernama Jumatsena yang tinggal di hutan pertapaan. Karena cintanya, Savitri memutuskan menikah meski ia tahu bahwa hidup Setiawan hanya tinggal setahun lagi.
            Savitri meninggalkan kehidupan istana dan tinggal di sekitar hutan pertapaan bersama suami yang dicintainya. Ia selalu menyenangkan suaminya dengan perkataan manis, pelayanan serta kesetiaannya yang luar biasa. Meski Ia bahagia bersama Setiawan, Savitri menyimpan kegundahan karena ajal suaminya yang setiap hari semakin mendekat dan hal itu membuat tubuhnya secara fisik menjadi susut.
            Singkat cerita pada hari kematian sang suami, datanglah Dewa Maut Yamadipati, bertampang bengis, mengambil nyawa suaminya. Savitri sudah mengucapkan janji bahwa Ia akan pergi kemana suaminya pergi. Karena itu ia mengikuti dewa maut yang membawa nyawa suaminya pergi.
            Waktu demi waktu berlalu, tempat demi tempat dilalui. Savitri terus mengikuti dewa maut itu dengan kelelahan dan kesulitan, tetapi ia tetap berjalan karena cintanya kepada suaminya. Selama perjalanan, beberapa kali tercipta pembicaraan antara dewa Maut dan Savitri. Dalam pembicaraan-pembicaraan itu jelaslah bagi dewa maut bahwa Savitri sangat mencintai suaminya dan berkomitmen setia kepadanya. Hal ini ia dapati berbeda dengan isterinya yang berselingkuh dengan pria lain dan meninggalkannya
            Karena itu, Yamadipati sang Dewa maut berkenan mengembalikan nyawa Setiawan kepada Savitri. Mereka juga diberi hidup 100 tahun dan dikarunia 100 orang anak.
            Itulah kisah singkat Dewi Retno Savitri yang karena cintanya ia rela melewati berbagai penderitaan dan akhirnya mendapatkan hal-hal yang baik sebagai buah dari cintanya itu.

            Hari ini kita belajar juga tentang cinta, tetapi bukan cinta kepada pria/wanita, melainkan cinta kepada firman Tuhan. Senada dengan kisah Savitri, cinta itu teruji melalui penderitaan, namun menghasilkan buah manis dalam kehidupan. Kita akan belajar bahwa Cinta akan firman teruji oleh penderitaan namun cinta akan firman itu juga mengubah hidup kearah yang baik. Itulah Paradoks Cinta.

Kasih Setia TUHAN melampaui kefanaan Manusia (Mazmur 103:15-18)


Peristiwa kematian adalah peristiwa yang senantiasa mengingatkan kita akan kefanaan manusia. Ketika melihat seorang telah meninggal, kita menyadari bahwa kehidupan manusia di dunia ini ada akhirnya.

Ketika seseorang masih hidup, ia bisa melakukan banyak hal dalam kehidupannya. Ia bisa pergi ke berbagai tempat, ia bisa membeli banyak benda, ia bisa membuat apa saja yang mampu dibuat oleh tangannya, ia bisa berjumpa dan bercengkrama dengan banyak orang yang ditemuinya. TETAPI bilamana kematian itu datang, semuanya itu berhenti di sana. Ia tak bisa lagi pergi ke berbagai tempat, tak bisa lagi membeli banyak benda, tak bisa lagi berbuat apa-apa, dan tak bisa lagi menemui atau ditemui oleh orang-orang yang ia kasihi.

Inilah dampak dari kematian. Inilah kefanaan manusia yang ditunjukkan oleh kematian. Kematian menyatakan bahwa hidup manusia di dunia ini ada batasnya.

Pemazmur menggambarkan kehidupan manusia yang fana itu, seperti rumput. Ketika pagi ia bertumbuh dan berkembang, tetapi ketika petang menjadi lisut dan layu. Penggambaran ini bukan hanya menunjukkan bahwa hidup manusia itu singkat tetapi juga menyatakan bahwa manusia akan mengalami masa “lisut” atau “keriput”; akan mengalami masa “layu” atau “renta.”

Kakek saya meninggal di usia 60 tahun. Ia tampak keriput dan renta di usia tuanya. Saya sekarang sudah mencapai usia setengah dari usia kakek saya. Tinggal setengah lagi. Hidup ini singkat dan akan menjadi “lisut dan layu seperti rumput.” Itulah kefanaan manusia.

Kehidupan manusia juga digambarkan seperti bunga di padang yang segera hilang ketika angin datang melewatinya. Keindahan bunga itu hilang ketika angin melintasinya. Demikian juga kehidupan manusia, ketika kematian datang, segala keberhasilan dan kegemilangan yang pernah dicapai BUKAN LAGI MENJADI BAGIAN DARI ORANG ITU, tetapi hanya menjadi KENANGAN. Ini juga kefanaan manusia.

Waktu kita menyadari bahwa ketika seorang meninggal, segala keberhasilan dan kegemilangan hidup tak dapat lagi menopang dia, kita mungkin akan bertanya, “lalu apa yang dapat menopang dia?” Waktu kita sadari bahwa keluarga, sahabat tak mungkin menemani melewati gerbang kematian, lalu siapa yang akan menemaninya?

Bagian selanjutnya dari mazmur yang tadi kita baca menyatakan bahwa orang-orang yang takut akan Tuhan, yang berpegang pada perjanjian Tuhan dan ingat melakukan titah-Nya akan ditopang oleh kasih setia selama-lamanya. Tuhan sendiri yang menyertai orang-orang yang takut akan Tuhan, baik  sebelum dan sesudah orang itu mati.

Bagaimana dengan orang-orang yang tidak takut akan Tuhan; Orang-orang yang tidak percaya yang mengalami kematian? Alkitab menggambarkan jiwa mereka jauh dari Tuhan dan berkat-berkat-Nya. Jiwa mereka kering. Mereka sengsara dalam cengkraman maut. Mereka terkungkung dalam dunia orang mati dengan penderitaan dan kesengsaraan.

Tetapi orang-orang yang takut akan Tuhan, mengalami kebaikan Tuhan. Orang-orang yang percaya kepada Allah, ketika meninggal mereka bersama-sama dengan Tuhan. Mereka mengalami kesenangan, sukacita karena mereka menyadari bahwa Allah menopang mereka dalam kematian.

Dalam Filipi 1:21-24 Paulus menyatakan “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.”

Paulus menyatakan, “mati adalah keuntungan,” “pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu jauh lebih baik.” Di bagian lain ia menyatakan, “terlebih suka kami beralih dari tubuh ini.” Di mata Paulus kematian itu lebih baik dari pada kehidupan. Dalam kehidupan kita menderita, kita sakit, kita bertemu dengan orang-orang jahat. Tetapi ketika seorang percaya meninggal, ia mengalami kesenangan bersama-sama dengan Tuhan.

Apakah ini berarti “kehidupan tidak punya makna?” TIDAK. Paulus menyatakan, “seorang yang hidup lebih berguna dari pada orang mati. Orang yang hidup bisa melakukan hal yang berguna bagi orang lain. Orang yang hidup bisa menghasilkan buah, tetapi orang mati tidak.”

Jadi bagi orang-orang percaya, kematian lebih baik daripada hidup, tetapi kehidupan lebih berguna daripada kematian. Jika kita mengalami kematian itu lebih baik daripada kita tetap hidup, tetapi jikalau Tuhan masih ijinkan kita hidup, itu berarti kita harus lebih berguna orang lain dan menghasilkan buah dalam kehidupan kita.

Dalam kacamata firman Tuhan ini kita melihat bahwa kematian adalah hal yang lebih baik bagi oma yang kita kasih. Ia telah menetap bersama-sama dengan Tuhan. Ia ditopang oleh kasih setia Tuhan. Ia mengalami kesenangan sebagai seorang yang mengasihi dan takut akan Tuhan.

Sedangkan bagi kita yang masih hidup, Tuhan ingin kita lebih berguna bagi orang lain. Allah ingin kita menghasilkan buah dalam kehidupan kita. Kehidupan di dunia ini terbatas dan akan lisut dan layu. Dan dalam masa hidup yang terbatas ini, mari kita terus berusaha melakukan hal yang berguna bagi orang lain. Mari kita terus menghasilkan buah. Mari kita terus berpegang pada perjanjian Tuhan. Mari kita terus ingat melakukan titah-Nya. Amin.

Pengantar Doktrin ttg Keselamatan


Definisi Keselamatan
            Keselamatan dalam alkitab diterapkan secara luas dan beragam. Secara sederhana kata kerja “menyelamatkan” berarti tindakan mengeluarkan seseorang atau sesuatu dari bahaya atau situasi yang mengancam. Ketika Israel lolos dari kekalahan di medan perang, maka dapat dikatakan Israel diselamatkan. Bilamana seorang sembuh dari penyakit yang dideritanya, maka juga dapat dikatakan ia mengalami keselamatan. 
            Namun, keselamatan yang akan dibahas dalam doktrin keselamatan merujuk pada keselamatan dalam pengertian khusus, yaitu keselamatan dari malapetaka yang paling mengerikan, yakni penghukuman dan murka Allah akibat dosa manusia. Keselamatan ini diperoleh di dalam karya penebusan yang dikerjakan Kristus.
            Bagaimana bisa luput dari penghukuman Allah?

Pentingnya Keselamatan       
            Semua orang telah berdosa (Roma 3:23). Aspek dosa bukan hanya perbuatan, tetapi juga perasaan, pikiran, perkataan. Dosa bukan hanya melakukan salah, melainkan juga tidak melakukan yang benar (tahu kebenaran tetapi tidak melakukannya).
            Apakah kita setuju dengan pandangan bayi-bayi adalah suci tanpa dosa? Alkitab tidak memberikan indikasi bahwa bayi-bayi adalah suci. Sebaliknya Alkitab menegaskan bahwa semua orang telah berdosa, termasuk bayi-bayi. Setiap orang lahir dengan natur dosa. Allah menghakimi umat manusia karena dosa Adam (Roma 5:12-21). Kita semua secara natural berdosa (Ef. 2:3), bahkan sejak dalam kandungan (Mzm. 51:5), dan berada dibawah murka Allah.
            Karena dosa, relasi Allah dan manusia menjadi rusak. Manusia berada dibawah murka Allah. Roma 1:18, “Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.” Dalam Roma 6:23 dinyatakan bahwa upah dosa adalah maut. Maut merujuk pada kematian rohani. Manusia tidak lagi hidup dalam kebenaran, sebaliknya berada dibawah kuasa dosa. Manusia menantikan penghukuman kekal, dimana Allah mencurahkan sepenuhnya murka-Nya pada manusia dimasa yang akan datang.
            Apakah manusia tidak dapat menyelamatkan diri? Manusia berusaha menyelamatkan dirinya dengan melakukan perbuatan baik. Tetapi tuntutan Allah adalah sempurna (Mat. 5:48; Mat. 19:17). Allah ingin kebaikan yang sempurna, namun manusia tidak sanggup memenuhi tuntutan Allah. Di mata Allah kesalehan manusia seperti kain kotor, karena manusia pada hakekatnya adalah berdosa (Yes. 64:5b-6).

Jalan Keselamatan
            Bagaimana manusia bisa selamat dari murka Allah? Keselamatan merupakan anugerah dari Allah. Anugerah adalah pemberian cuma-cuma (gratis). Keselamatan Kristen adalah pemberian cuma-cuma, bukan karena usaha manusia. Keselamatan diperoleh bukan karena manusia melakukan perbuatan baik atau amal, melainkan karena anugerah Allah kepada kita (Ef. 2:8-9; Tit. 3:5)
            Manusia yang mendapatkan anugerah Allah akan mengalami kelahiran baru atau kelahiran kembali (Yoh. 3:3,5). Kelahiran baru memampukan manusia yang telah mati secara rohani dapat melihat realitas keselamatan dalam Kristus. Kelahiran baru mempersiapkan manusia menerima keselamatan.
Keselamatan itu diberikan kepada manusia melalui iman kepada Kristus (Yoh. 3:16, Roma 10:10; Ef. 2:8-9). Iman kepada Kristus mempunyai 3 aspek: (1). Pengetahuan: mengetahui fakta kebenaran tentang karya penebusan dalam Kristus. (2). Persetujuan. menyetujui fakta-fakta tersebut. (3). Keyakinan. meyakini fakta tersebut, bersandar pada fakta bahwa kematian Kristus telah membayar dosa.
Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan yang ditentukan Allah (Yoh 14:6; Kis. 4:12). Kristus taat sepenuhnya kepada Allah dan Ia menyerahkan diri-Nya menjadi tebusan bagi dosa manusia (Mat. 3:23-26). Kristus disalibkan dan mati demi menganggung dosa manusia. Ia menanggung murka Allah.
  
Menghidupi Keselamatan
            Setiap orang yang diselamatkan berada dalam fase pengudusan. Alkitab memperkenalkan tiga fase pengudusan: pengudusan posisional, progresif, ultimat. Pengudusan posisional merupakan status baru orang percaya di dalam Kristus (1Kor. 6:11; Ibr. 10:10, 14). Semua orang percaya berposisi telah dikuduskan. Pengudusan Progresif merupakan proses menuju keserupaan dengan Kristus, paska keselamatan dan sebelum kematian (2Kor. 3:18). Pengudusan ultimat merupakan keserupaan dengan Kristus secara total, dan pembebasan dari dosa setelah kita meninggal dan masuk surga (1Kor 15:49; 1Yoh. 3:2).
            Kita dibenarkan bukan karena perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan. Akan tetapi perbuatan-perbuatan baik bukanlah hal yang tidak penting dalam iman Kristen. Orang yang telah dilahirkan kembali dan percaya kepada Kristus dirancang Allah untuk melakukan perbuatan baik (Ef. 2:8-10). Perbuatan baik merupakan bukti yang kelihatan dari iman yang tidak kelihatan. Iman yang tidak terbukti dalam perbuatan baik merupakan iman yang palsu (Yak. 2:14-18). Rumusan relasi antara keselamatan, iman dan perbuatan baik adalah:
IMAN = KESELAMATAN + PERBUATAN BAIK.
            Seorang yang baru percaya kepada Kristus seperti bayi rohani yang baru lahir. Ia harus bertumbuh secara rohani. Pertumbuhan secara rohani dialami melalui disiplin rohani: Saat teduh (baca Alkitab dan doa), persekutuan dan ibadah (KTB, PMK, Gereja), pelayanan dan kesaksian.
            Keselamatan yang dianugerahkan Allah merupakan keselamatan yang bersifat kekal dan bukan sementara (Yoh. 6:47).  Jaminan keselamatan orang percaya bukanlah mengandalkan kesetiaan dan kerapuhan manusia, tetapi kesetiaan dan kekuatan kuasa Allah (Yoh. 10:28). Tetapi bagaimana jika orang percaya berdosa lagi? Orang yang percaya kepada Kristus tidak tetap dalam dosa (1Yoh. 3:6, terjemahan NIV lebih tepat, “No one who lives in him keeps on sinning. No one who continues to sin has either seen him or known him.”). Jika kita berdosa maka kita harus mengaku dosa kita dan berusaha kembali hidup suci (1Yoh. 1:9).


Pengantar Dokrin ttg Dosa


Tujuan:
Peserta mengerti definisi dosa, aspek dosa dan dampak dosa.
Peserta menyadari karakter Allah yang tidak kompromi dengan dosa manusia namun mengasihi manusia
Peserta memahami keberdosaan dirinya dan kesia-siaan usaha manusia untuk lepas dari belenggu dan penghukuman dosa.


Definisi Dosa
            Secara sederhana, dosa adalah pelanggaran hukum Allah. 1Yoh. 3:4  “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.” Kata “dosa” dalam ayat ini berasal dari kata Yunani, hamartia, yang berarti “meleset dari sasaran.” Seorang yang berdosa adalah seorang yang meleset dari standar yang Allah tetapkan atau gagal mencapai standar Allah. Pelanggar Hukum Allah berasal dari kata Yunani, anomia, yang juga berarti tanpa atau anti hukum Allah. Seorang yang dikatakan berdosa karena ia tidak hidup sesuai hukum, anti hukum Allah, menolak hukum Allah.
                       
Kejatuhan Manusia Pertama dan Dosa Asali
            Allah mulanya menciptakan manusia baik dan tanpa dosa (Kej. 1). Akan tetapi Adam dan Hawa, menuruti bujukan ular untuk melanggar hukum Allah, dan memakan buah pohon pengetahuan itu (Kej. 3). Karena pelanggaran ini Adam dan Hawa berdosa. Dan semua orang yang berasal dari Adam dan Hawa berdosa. Roma 5:12, “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Keberdosaan keturunan Adam dan Hawa sudah ada bahkan dalam kandungan (Mzm. 51:5). Semua manusia berdosa, kecuali Yesus Kristus (Rm. 3:23; Ibr.4:15)
           
Aspek Dosa
            Kejatuhan telah meracuni setiap kemampuan manusia, sehingga seluruh keberadaan manusia ternoda dosa. Pikiran kita menolak kebenaran Allah (1Kor. 2:14); Perasaan telah tumpul sehingga tidak sensitif lagi terhadap dosa (Ef. 4:19); Perkataan dan perbuatan penuh dengan dosa (Roma 3:13-16). Hati kita adalah hati yang licik (Yer. 17:9). Keberdosaan manusia bukan hanya untuk pelanggaran yang terlihat tetapi bahkan yang tidak terlihat (Mat. 5:21-22; 27-28). Jadi seluruh aspek hidup manusia telah jatuh ke dalam dosa.

Dampak/Akibat Dosa
            Beberapa akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa: pertama, rusaknya hubungan pribadi, sosial dan global. Egoisme memasuki kehidupan manusia, konflik, kejahatan, peperangan, eksploitasi dan pengrusakan alam. Kedua, kesakitan dan berbagai penderitaan memasuki kehidupan manusia (Kej. 3:16-19); Ketiga, Manusia mengalami kematian:
-          Kematian jasmani – ketepisahan jiwa dan raga yang dialami semua manusia (Kej. 3:19;Yak.2:26)
-          Kematian Rohani – keterpisahan dari Allah, ketidakmampuan memahami kebenaran dan kehendak Allah. Ini merupakan kondisi dari orang-orang yang tidak percaya yang hidup saat ini (Ef. 4:17-18)
-          Kematian Kekal – Keterpisahan secara permanen dari Allah di Neraka, tujuan akhir dari semua orang yang menolak karya penebusan Kristus (Luk. 12:5)
 
Kesia-siaan Usaha Manusia Menyelamatkan Diri
            Apakah manusia tidak dapat menyelamatkan diri? Manusia berusaha menyelamatkan dirinya dengan melakukan perbuatan baik. Tetapi tuntutan Allah adalah sempurna (Mat. 5:48; Mat. 19:17). Allah ingin kebaikan yang sempurna, namun manusia tidak sanggup memenuhi tuntutan Allah. Di mata Allah kesalehan manusia seperti kain kotor, karena manusia pada hakekatnya adalah berdosa (Yes. 64:5b-6). Bahkan Alkitab menegaskan bahwa Perbuatan baik tidak menyelamatkan manusia (Ef. 2:8-9; Tit. 3:5).
             
Karakter Allah dan Keberdosaan Manusia
            Beberapa tinjauan keberdosaan manusia dalam sudut pandang karakter Ilahi:
-          Kekudusan Allah. Allah adalah kudus karena itu orang yang berdosa tidak dapat menghampiri Allah. Orang yang melanggar kekudusan Allah akan mati. Seorang yang berdosa yang hendak datang kepada Allah harus melalui proses pengudusan atau penyucian (Yes. 6:1-7)
-          Keadilan Allah. Allah itu Adil. Keadilan Allah menuntut setiap orang yang berdosa harus dihukum (Kel 34:7)
-          Kasih Allah. Allah adalah kasih. Ia mengasihi manusia. Meskipun Allah membenci dosa manusia, tetapi ia mengasihi manusia ciptaannya (Yer. 31:3).
Karakter-karakter Allah ini nampak bertentangan (paradoks tetapi tidak kontradiksi) jika dikaitkan dengan keberdosaan manusia. Paradoks adalah hal-hal yang nampak bertentangan tetapi sesungguhnya tidak, sedangkan kontradiksi adalah hal-hal yang memang bertentangan.


Sumber:
·         5 Menit Teologia, Dr. Rick Cornish
·         The Moody Handbook of Theology, Paul Enns
·         Pertanyaan tentang Iman Kristen Dijawab dari Alkitab, Derek Prime


Pertanyaan Diskusi Kelompok:
1.      Dalam aspek apa saudara sering berbuat dosa (pikiran, perasaan, perbuatan; yang terlihat atau tak terlihat)? Berapa kali rata-rata saudara berdosa setiap harinya? Selama hidup, berapa kira-kira dosa yang telah saudara lakukan (dosa sehari × 30 hari × 12 bulan × usia saat ini)?
2.      Bagaimanakah dosa merusak hubungan saudara dengan Allah?
3.      Bagaimanakah dosa merusak relasi saudara denga sesama dan alam semesta?
4.      Menurut saudara, bagaimana manusia terbebas dari kematian rohani?

Support Blog

Support blog ini dengan subscribe Channel Youtube Victor Sumua Sanga dengan klik tombol di bawah: