VISI SANG PEMIMPIN (Kel. 2:23-3:12)


Pemimpin akan benar-benar bisa memberikan kontribusi berarti bagi orang yang dipimpinnya apabila ia memimpin dengan visi. Dan salah satu problem mendasar dari visi kepemimpinan adalah ketidaktahuan akan sumber visi itu sendiri. Perikop yang kita baca memberikan petunjuk bagaimana visi hadir dalam kepemimpinan seseorang.

Visi Berasal dari TUHAN
Visi kepemimpinan Musa dinyatakan ketika Musa berjumpa dengan Tuhan di gunung Horeb. Tuhan menampakkan diri melalui semak duri yang menyala tetapi tidak terbakar (ay. 1-5). Melalui penglihatan itu TUHAN menyatakan sebuah visi kepada Musa untuk dikerjakan, yaitu membawa umat Allah keluar dari Mesir (ay. 10). Hal yang serupa juga dialami oleh Yeremia. Visi pelayanan Yeremia dinyatakan kepadanya oleh Allah melalui firman yang datang kepadanya (Yer. 1:4-5). Seorang pemimpin yang merindukan sebuah visi hendaklah datang kepada Tuhan, Sang Sumber Visi (look to God)

Visi didorong oleh Kepedulian terhadap orang lain
                Visi juga selalu berkaitan dengan orang lain. Karena itu kepedulian terhadap orang lain akan mendorong terbentuknya sebuah visi. Sebelum Allah menyatakan visi kepada Musa, terlebih dahulu Allah membukakan realita perbudakan yang dialami Israel untuk kemudian mengarahkan Musa kepada suatu visi pembebasan Israel (2:23-25; 3:7-9).
Allah memang sering membukakan realita yang terjadi di sekitar umat-Nya untuk menggerakkan mereka mengerjakan suatu visi. Contoh lain misalnya Nehemia. Allah menggerakkan Nehemia untuk memimpin pembangunan tembok Yerusalem, setelah ia mendengar kondisi Yerusalem dari Hanani. Hanani menceritakan  bahwa Israel yang tercela dan tembok Yeruselem roboh. Nehemia tergerak hatinya dan akhirnya terbeban membangun tembok Yerusalem (Neh. 1:1-4; 2:5). Seorang pemimpin yang merindukan sebuah visi hendaklah membuka hatinya lebar-lebar bagi orang lain di sekitarnya (look around).
                Respons manusiawi yang timbul bila mana visi Allah dinyatakan adalah respons yang mempertanyakan kualifikasi diri. Hal ini juga yang menjadi respons Musa ketika Allah menyatakan sebuah visi kepadanya, “Siapakah aku ini, ...” (ay. 11). Respons manusiawi seperti ini dilatari oleh anggapan bahwa pengerjaan visi bergantung sepenuhnya pada diri manusia, yang sesungguhnya bergantung pada Allah. Karena itu Allah memberikan pertanyaan reflektif kepada Musa, “bukankah Aku akan menyertai engkau? ...” (ay. 12). Allah yang memanggil, Allah juga yang akan memperlengkapi dan mengutus para pemimpin untuk mengerjakan visi yang Ia nyatakan kepada mereka.

SPIRITUALITAS MUSA: AKRAB DENGAN TUHAN (Kel. 34:1-12 )


Spiritualitas Musa terangkum dalam satu gelar yang disandangnya. Musa adalah salah satu tokoh PL yang menyandang gelar “hamba TUHAN,” (ay. 5; Baca Bil.12:6-8). Gelar hamba TUHAN merupakan gelar besar dalam PL yang dilekatkan pada seseorang yang hidupnya dekat dengan Tuhan, beribadat dan melakukan kehendak-Nya.
Menjadi seorang hamba TUHAN bukan berarti menjadi seorang yang sempurna dan tanpa cacat. Pada ayat 1-4 dinyatakan bahwa Allah memperlihatkan Tanah Perjanjian kepada Musa, tetapi tidak diizinkan memasukinya. Mengapa ia tidak diizinkan masuk? Bukan karena ia tidak sanggup lagi berjalan sebab ia masih kuat (ay.7). Ia tidak diizinkan memasuki Tanah Perjanjian sebagai bentuk disiplin TUHAN karena ia pernah menunjukkan ketidaktaatan dan ketidakhormatan kepada TUHAN ketika berada di Meriba (Ul. 32:51; bdk. Bil. 20:12).
Jika kita melihat secara menyeluruh kehidupan Musa tampak noda ketidaksempurnaan. Di awal pengutusannya, ia berdebat dengan TUHAN. Ia enggan menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Sikapnya ini membuat Allah menjadi murka (Kel. 3:10-4:14). Ia juga pernah putus asa dan menjadi kecil hati, bahkan meminta TUHAN membunuhnya saja (Bil. 11:11-15). Musa adalah seorang yang sulit mengendalikan kemarahan, tampak ketika ia membunuh mandor Mesir yang membunuh orang Ibrani (Kel. 2:11-12) dan ketika ia menghancurkan kedua loh batu saat melihat umat menyembah berhala (Kel. 32:19). Menjadi hamba Tuhan, bukan berarti menjadi sempurna tanpa kesalahan.
Menjadi seorang hamba TUHAN berarti selalu akrab dengan-Nya. Keakraban Musa dengan TUHAN tidak lagi dapat dipertanyakan. Ia bahkan dikenal sebagai satu-satunya nabi yang kepadanya TUHAN berfirman dengan berhadapan muka (ay. 10), seperti seorang berbicara kepada temannya (Kel. 33:11).  Musa dalam dua peristiwa dicatat menghabiskan waktu 40 hari 40 malam bersama TUHAN di gunung Sinai (Kel. 24:18 dan 34:28). Musa sering mendoakan bangsanya, memohon supaya TUHAN tidak menghukum mereka (Kel. 32:11; Bil 14:19)
            Persekutuan akrab dengan TUHAN inilah yang membangun spiritualitas Musa sebagai hamba TUHAN. Persekutuan yang akrab dengan TUHAN inilah sumber kekuatan dan hikmat bagi Musa dalam memimpin Israel. Persekutuannya yang akrab dengan TUHAN inilah yang membuatnya mampu melakukan perbuatan besar dan dahsyat di tengah-tengah umat yang dipimpinnya (ay. 11-12).

Berperilaku Adil dan Jujur (Amos 8:4-8)

Chick-fil-A, salah satu restoran cepat saji yang terkenal dengan lebih dari 1.000 gerai yang tersebar di wilayah USA, punya aturan untuk tutup toko pada hari Minggu. Restoran yang didirikan Truett Cathy pada tahun 1946 itu tutup pada hari Minggu agar karyawannya punya waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan bisa pergi ke gereja.  Aturan ini masih berlaku hingga kini.
Semboyan Cathy dalam usahanya adalah “utamakan orang dan prinsip dulu, baru keuntungan.”  Semboyan alkitabiah ini diejawantahkan pada dirinya sendiri dan di dalam usaha yang dibangunnya. Semboyan ini ia terapkan ketika memberi perintah maupun ketika mempekerjakan seseorang. Prisnsip-prinsip Alkitab terus diupayakan Cathy dalam menjalankan hidup dan usahanya.
Cathy tidak hanya mengalami damai, sukacita dan kasih dalam kehidupan pribadinya, tetapi juga dalam keluarga besarnya. Prinsip hidupnya yang indah itu membuat perbedaan dalam hidup anak-anak, cucu-cucu, anak-anak asuh, serta karyawan dan karyawatinya.  Ia telah meninggalkan warisan yang sangat berharga, yaitu tentang bagaimana melakukan segala sesuatu dengan benar (David McCasland-alkitab.sabda.org).
Semboyan Truett Cathy sangatlah bertolak belakang dengan kehidupan para penindas yang dikecam nabi Amos dalam perikop ini. Para penindas ini tidak mengutamakan orang dan prinsip Alkitab di atas keuntungan. Sebaliknya, mengutamakan keuntungan melebihi manusia dan prinsip Alkitabiah. Mereka berlaku tidak adil dan tidak jujur dengan menipu orang lain, menindas orang miskin, dan memperbudak sesamanya untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya (ay. 4-6).
Mereka tidak sabar menjalani bulan baru dan hari Sabat (ay. 5). Karena menurut hukum Taurat pada waktu-waktu ini orang tidak diperkenankan bekerja, selain menyembah Tuhan dan mempersembahkan kurban kepada-Nya (Ul. 28:9-15). Para penindas itu ingin agar bulan baru dan hari Sabat bisa cepat-cepat berlalu, sehingga mereka dapat kembali menindas dan memperdaya orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
            Apakah TUHAN berdiam diri dan membiarkan  para penindas ini terus-menerus melakukan kejahatan mereka?    Tidak!  Tuhan berfirman dengan tegas, “Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” Tuhan akan menghukum mereka pada waktunya. Para penindas tidak akan dibiarkan begitu saja. Ada penghukuman telah disiapkan oleh Tuhan.
Abraham Lincoln mengatakan, “Engkau dapat memperdaya beberapa orang pada sepanjang waktu, atau memperdaya semua orang pada beberapa waktu, tetapi engkau tidak dapat memperdaya semua orang selamanya” (“You can fool some of the people all the time, and all of the people some of the time, but you cannot fool all of the people all of the time”).
            Sesuai dengan tema perenungan kita minggu ini, marilah kita bersama-sama menguji diri di hadapan Allah: Sudahkah kita berbuat sesuai dengan ajaran Tuhan? Sudahkah kita berlaku adil dan jujur kepada keluarga, teman, tetangga, atasan, atau bawahan kita?  Allah mengasihi dan memberkati orang yang berlaku adil dan jujur, tetapi menghajar mereka yang berbuat jahat.
Biarlah Roh Kudus menolong kita untuk berlaku adil dan jujur di dalam segala sesuatu. Amin

“Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di surga.” (Kolose 4:1)

Support Blog

Support blog ini dengan subscribe Channel Youtube Victor Sumua Sanga dengan klik tombol di bawah: